Ayat-ayat Cinta, Memilih Monogami
Gara-gara nonton film Ayat-ayat Cinta dan melihat penggambaran poligami yang berlebihan, saya jadi merasa ‘panas’. Film itu seperti makin melegitimasi poligami walaupun juga menggambarkan bahwa proses poligami tidak lah pernah mudah.
Gara-gara rasa sebal itu, saya makin penasaran apa yang menyebabkan Islam, agama saya, memperbolehkan poligami.
Buat saya, poligami adalah pilihan yang tidak masuk akal, breaching of ‘keadilan’, suatu nilai yang diagungkan oleh Islam. Poligami adalah bentuk kekerasan non fisik, non verbal dan sangat menyakitkan. Kalaupun saya diperbolehkan untuk poliandri oleh agama saya, rasanya saya akan memilih monoandri saja. Karena jelas saya tidak mungkin bisa adil kepada kedua suami saya. Kalau saya nonton film Ayat-ayat Cinta pada suami pertama, to be fair, saya musti nonton sama suami kedua. Capek kaaan… 🙂
Awalnya saya takut juga punya pemikiran seperti ini. Jangan-jangan, saya ‘melawan’ apa yang sudah diperbolehkan oleh agama saya. Logika saya yang sederhana berfikir, mana mungkin Allah yang serba Maha Baik Hati bisa memperbolehkan perilaku yang sangat mungkin berbuah ketidakadilan?
Saya pinjam buku “Memilih Monogami” dari Firli, teman saya yang feminis. Faqihuddin Abdul Kadir, si penulis, menyebutkan konteks kapan ayat An Nisa itu turun. Seperti:
-
Bahwa poligami adalah budaya di Arab sebelum Islam datang jadi bukan budaya Islam.
-
Konteks ayat An Nisa adalah keadilan untuk anak yatim. Tentang keharusan memberikan hak harta, larangan mencampur adukkan dan memakan harta mereka. Menurut bacaan Nurjannah Ismail, bahwa ada kecenderungan ayah wali berlaku tidak adil dengan menikahi anak yatim perempuan itu sendiri. Daripada melangsungkan niat jahat, dia bisa menikah dengan perempuan lain yang kaya, yang harus ia hormati. Tapi intinya ada pada isu keadilan.
-
Bahwa ada banyak kritik untuk poligami, bahkan di An Nisa sendiri. Ayat 129 menyebutkan bahwa manusia tidak akan bisa adil. Ayat ini melemahkan ayat sebelumnya.
- Tafsir-tafsir yang turun lebih banyak yang tidak pro poligami. Al Qur’an memang lengkap dan tidak lekang oleh jaman, tetapi Allah memberi kita otak untuk memikirkan konteks dari peradaban.
-
Ada banyak ayat soal pernikahan yang jelas-jelas menyebut hanya satu pasangan saja.
Jelas Islam bukanlah agama yang menganjurkan poligami. Memang tertulis, tapi tetap tidak boleh.
Membaca seluruh argumen Faqihuddin, saya semakin sadar bahwa logika saya yang sederhana itu tidak salah. Allah tidak mungkin membiarkan ada umatnya, deliberately atas nama Allah, melakukan ketidak adilan. Dan yang lebih menenangkan lagi, tidak masalah untuk punya pertanyaan terhadap ajaran agama kita sendiri karena pertanyaan itu akan membuat kita makin belajar.
pemikiran gue jauh lebih sederhana lagi… kalo kita makan di wong solo (psst… yang punya dapet poligami award)… ada jus namanya jus dimadu… dan sumpah gak enak jusnya… 🙂
salahnya sendiri nonton film ayat-ayat cinta :p. udah tau begitu, kok masih ditonton.
debat masalah poligami itu sangat banyak dan tergantung dari sudut pandang sih. sama halnya seperti dua sisi mata uang.
Hahaha… namanya juga penasaran.
Memang banyak mashab di Islam, tapi menurut gw, argumen yang paling kuat adalah monogami. 😀
saya sech yakin aja, pada akhirnya gerakan anti-poligami akan berujung pada kemenangan pada aras kultural. lihat saja, misalnya, ibu-ibu jamaah pengajian di majenang, dengan tegas menyatakan tidak akan mengaji lagi, jika tafsir surah an nisa itu, dipahamkan sebagai pembolehan poligami.
dalam sebuah program islam dan kesehatan reproduksi tahun 2000-an awal, seorang kiai, menyatakan jika dirinya tidak akan melakukan poligami karena sadar pilihan itu melahirkan ketidakadilan. meski ia akan tetap mengajarkan teks itu–karena dalam disiplin doktrin fikih, ayat itu disebut muhkamat–akan tetap diajarkan sesuai dengan doktrin yang ada.
dua kasus ini menunjukkan adanya apresiasi yang berkembang dari kepatuhan terhadap cara pandang lama mengenai teks ini.
persoalannya kemudian, bagaimana kelompok anti-poligami dalam Islam ini, mampu mengembangkan metode tafsir baru yang memiliki legitimasi dan argumentasi yang kuat dan alternatif. Tidak menggunakan metode tafsir yang sama dengan yang sedang dikritik itu.
Sip deh: Monogami. Tapi posisi mbak Sitha ada dimana kalau menghadapi kasus semacam di film AAC. Saya sih berharap tidak akan pernah menemui kondisi seperti ini.
Kalau sudah nonton film AAC, aku sarankan untuk juga menonton film “Leila”, sebuah film dari IRAN, kalau tidak salah keluar tahun 2001. Aku nontonnya di LIP Yogya tahun itu. Kalau susah nyari, coba saja ke rental CD/DVD di dekat pom bensi Sagan arah ke gelael Yogyaka. Kisah film ini menggambarkan sisi lain perasaan seorang istri yang dipaksa untuk mengizinkan suaminya berpoligami, meski sang suami sudah bersikukuh untuk tidak melakukannya.
Sudah selesai baca buku “Hidup Bahagia dengan Satu Istri” belum? Penulisnya seorang ustadz yang disegani di kalangan massa PKS–kelompok yang sangat dimusuhi oleh pejuang HAM (pejuang HAM kok menyemai rasa benci ya…). Argumennya kuat, dalilnya juga jelas.
Oh ya, tulisannya Farid Gaban mengenai poligami juga menarik untuk dibaca. Saya pernah menyimpan filenya. Nanti kalau ketemu akan saya kasih link untuk mengunduhnya.
Halo Herman dan mas Mukhotib, thanks ya udah kasih komen.
#Herman
Problemnya bukan kalau kita dihadapkan pada posisi itu (seperti di AAC), tapi melegitimasi poligami lewat dalil agama. Kalau saya diperbolehkan poliandri (dengan berbagai macam alasan), pasti saya juga nggak mau. Selain karena repot (hehehe), juga susah bertindak adil di kemudian hari. 🙂
#Mukhotib
Bukannya dalil memilih monogami yang lebih mainstream ya mas?
Awalnya kesasar… tp jadi pengin ikutan nulis…
Kebetulan saya terlahir laki2. Dan kebetulan smpe saat ini punya keluarga yg utuh,.. dgn istri yg slalu ngangeni dan 3 anak ajaib yg bikin rumah ga pernah sepi.
Sedikitpun belum pernah ada niat utk ber-poligami, tp pernah bincang2 dgn istri, intinya sprti ini:
1. kami berdua sama2 akui bahwa itu adalah aturan (belum anjuran) yang semestinya ada kebaikan di dalamnya walopun saat ini kita belum tahu. mungkin Dia sudah tahu.
2. untuk hal tersebut, ada syarat2-nya, ada konsekuensinya. engga sembarangan, kondisional, baik buat si anu belum tentu bagi yg lain..
“Boleh, silakan… asal…”
“Jangan sekali-sekali kamu lakukan… kamu kan…”
“Sebaiknya Anda … tapi terlebih dahulu…”
dll… ga setiap org sama…
3. Saya pastikan, andai saja saya hendak melakukan itu,… istri saya adalah orang pertama yang tahu, tentu saja langsung dari suaminya.
4. Sedang istri waktu itu bilang, saya terima itu sebagai aturan Tuhan, setidaknya secara akal, tapi sampe sekarang hati saya sulit menerima. Suatu saat mungkin.
Jadi menurut saya, gapapa apapun pendapat kita, toh satu saat pendapat juga boleh berubah… seiring dgn berkembangnya pemahaman.
Barangkali kita sering terperdaya dgn apa yg disebut ‘berlebihan’.. apapun kalau berlebihan selalu kurang baik. Makan, minum, tertawa, menangis, sedih, … kalau berlebihan tetap ga baik.
Dalam konteks poligami, hub istri-suami, pun sama bagi kedua pihak kalau berlebihan tetap kurang baik. Dan porsinya sama meski bentuknya berbeda. Terlalu mencintai, terlalu memiliki,… …Mungkin kita musti teruuusss belajar..
Selagi kita masih di dunia, wajar kliru kliru asal ga banyak. Beda lagi, meskipun kita masih di dunia tetapi pikir kita jauh menjangkau smpe kelak di akherat… pastilah kita akan lebih hati-hati. Jadi suami ya pengin yang terbaik. Jadi istri ya pengin yang terbaik. Jadi hamba ya pengin yang terbaik.
Semoga kita semua… bersama dengan pasangannya tetap akan tentram bersama pasangannya hingga ke syurga. Amiin
Halo Amran,
People do change.
Coba lihat saja Ade Armando yang awalnya tidak pernah setuju dengan poligami tapi sekarang poligami. Atau kasus terbaru, Munarman, mantan ketua YLBHI yang sekarang menjadi Komando Laskar Islam.
Orang memang berubah, karena alasan yang memang berbeda-beda.
Saya berdoa agar bisa menjadi orang yang konsisten, at least untuk beberapa isu yang cukup prinsip. Kalau poligami, ataupun kalau saya boleh poliandri, pasti ada pihak yang disakiti. Hampir semua perempuan yang dipoligami mengawali pilihannya dengan sakit hati. Kalau lihat kasus AA Gym, Teh Nini nya awalnya juga tidak terima sampai harus diajak AA Gym jalan-jalan dulu. Karena memang poligami itu menyakitkan.
Kita semua memang masih belajar. Dan saya belajar, ternyata menjadi orang yang konsisten itu tidak mudah. Saya benar-benar berharap menjadi orang yang konsisten di isu ini.
Hehehehe… dalem banget deh.
Thanks udah mampir ya, walaupun awalnya karena kesasar.
Sengaja mau nambah… oleh2 td ikut ndenger khutbah jumat.
Jibril menyampaikan kpd Muhammad SAW 3 hal:
(dgn bahasa saya, kira2 begini)
1. Hiduplah sekehendakmu, dengan cara yg sesuai dgn minat, bakat yg engkau punya, terserah,…. tapi satu saat engkau bakal mati.
2. Cintailah siapapun orang semaumu, kadarnya, kedalamannya, .. anak, istri, sodara, teman,… sesuai seleramu … tapi satu saat engkau bakal berpisah dengannya.
3. Belanjakan hartamu, terserah apa engkau suka… tapi satu saat engkau bakal dihisab atasnya..
Lukmanul Hakim nasehati anaknya: ketika mati kelak, kita akan terbagi menjadi 3. Sepertiga milik Allah, sepertiga milik cacing, sepertiga lagi barulah milik kita.
Maka anaknya brtanya ttg msg2 bagian itu… jawabnya:
Sepertiga pertama milik Allah…. adalah Ruh.
Sepertiga kedua milik cacing…. adalah jasad.
Sepertiga terakhir yang milik kita…. adalah amal kita.
Yg cantik, tampan ato sebaliknya… yg kekar, molek, bertato atopun engga… hhmmm hanya cacing.
Sedang amal, yg buruk maupun yg baik, kedua2nya akan kembali kpd kita.
Kembali pd komen dan respon sebelumnya…. menurut saya karna mereka sbetulnya mmg belum siap.. Sy ga melihat bhw ssorg tu brharta, ato miskin, ilmunya tinggi, ustad, ato org biasa yg ga tamat sekolah, ilmu agama pas2-an… sebab bukan itu ukuran ‘yakin’ dan ‘taat’. label2 tadi hanya alat…
Untuk bahasan satu keluarga, maka ‘yakin’ dan ‘taat’ ini harus berbarengan, seimbang dimiliki seluruh anggota keluarga. Ini tanggung jawab pemimpinnya tentunya.
Mis. kebetulan lagi ga banyak duit, shg hny ada ksempatan pilih satu menu makan malam, untuk bareng2. Meski sang ketua suka banget pedhes, tentu ga bijak, bahkan salah besar kalo sampe dia tentukan menu dgn 1 kg cabe… sebab ada anak yg ga begitu suka pedhes… kan bisa mencret..
ngawur ya… ni mau dibawa kemana….
Intinya… boleh.. kalo persiapannya lengkap menyeluruh.
Teman di kantor, -ini crita sungguh- manager produksi, dgn smangat bliau crita.. anak2nya suka banget maen bola.. dua2nya, yg cewe juga, …kalo bertiga nonton bisa rame..
Spontan sj saya nanya.. Lho, knapa brtiga.. knapa mamanya ga ikutan sekalian???
Wahhhh.. ya itu Am.. istriku paling ga suka sama bola.. dia tu benci banget sama bola.. apalagi kalo aku nonton bareng di cafe.. kan semalamn tuh.. pasti paginya sewot mlulu… kalo aku kan dari dulu gibol..
Apa gibol? (sy sm skali gatau istilah itu) …. Gila Bola…
Kupikir dia bukan benci bola Her… menurutku mamaErik tu hanya gasuka dengan cara kalian. Urusan kantor dia sdh cukup bikin penat…
Am…masa’ iya..????
Itu hanya contoh situasi yg tidak lengkap… tidak saling…
Tentu jauh dari situasi poligami.
Menurut saya, tokoh2 yg Anda sebutkan diatas,… masih termasuk dalam golongan orang2 yang belum layak ber-poligami. Mungkin beliau2 siap… tetapi mreka belum mempersiapkan org2 yg jelas adalah tanggungannya.
Apalagi saya….
Maaf, kaya’y saya salah… mgkin salah persepsi… Saya ga ngikuti perihal poligami 3 tokoh yang disebut itu… Jadi maaf juga pada Bapak-Ibu yg dimaksud…
Saya hanya bermaksud, bhw kalo berpoligami-nya menimbulkan serentetan kisah yg ‘menyakitkan’, pastilah ada yg kurang lengkap dalam persiapannya… prosesinya…
Dan buat sdri slaksmi… perkenalkan.. saya adalh org, yg dulu ketika masih scul.. konsisten telat.. ada alasannya.. tapi sy memang konsisten.
Kemudian sy prnah jadi pengajar 4 thn. Asli.. mhsiswa/wi suka sm saya.. mgkin saja karna aturan sy… slalu sy smpeikan di awal.. Kalian datang kul.. boleh.. engga juga gapapa.. tp sy akan selalu datang.. sebab saya digaji sm ortu kalian… untuk ini.
Dan saya smpe brenti ngajar… konsisten sprti itu…
Salam … smoga brbahagia.. tentram brsama kluarga….
Hallo Amran, thanks ya sharing-nya..
# dudi
bukannya dudi nonton aac ama indra sampe nangis? ada skasinya lohh…